DOB Sebatik : Antara Janji Kemandirian dan Tantangan Mewujudkan Perbatasan yang Berdaulat

oleh
oleh

Oleh : Mistang

NARASI POSITIF.com, NUNUKAN – Di tahun 2025, Sebatik satu dari sekian banyaknya daerah yang kembali masuk dalam daftar usulan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Wacana ini telah bergulir, lebih dari dua dekade. Perjuangan, ide dan gagasan oleh masyarakat disana sudah bertahun bahkan puluhan tahun dilakukan di ujung Kalimantan Utara. Kini, Sebatik hadir menjadi sorotan dan sekaligus petanda babak baru diskusi tentang DOB Kota Sebatik. Namun dibalik semangat itu terselip dua pertanyaan mendasar, apakah DOB sebatik benar-benar solusi untuk pemerataan yang mandiri, atau hanya wacana politik yang terus diulang tanpa arah implementasi yang jelas? Atau apakah Indonesia benar-benar siap menghadirkan Sebatik sebagai DOB yang efektif, atau wacana ini hanya berputar di ruang aspirasi tanpa kepastian realisasi?

Pulau Sebatik, yang terbagi dua antara Indonesia dan Malaysia, menjadi cermin paradoks pembangunan nasional: di satu sisi merupakan simbol kedaulatan negara, namun di sisi lain masih tertinggal dalam pelayanan publik dan infrastruktur dasar. Pulau Sebatik memiliki posisi yang tak tergantikan dalam konteks geopolitik Indonesia. Di bagian utara terdapat wilayah Sebatik Malaysia, sementara bagian selatan merupakan Sebatik Indonesia yang berada di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Kondisi ini menjadikan Sebatik unik dan strategis, karena kehidupan sosial dan ekonomi masyarakatnya terhubung langsung lintas batas negara.

Namun posisi strategis ini belum sepenuhnya terkelola optimal. Akses pelayanan publik masih lambat, karena harus menunggu proses administratif dari kabupaten induk. Infrastruktur dasar seperti air, jalan, listrik, dan jaringan telekomunikasi juga belum merata. Dalam konteks ini, DOB Sebatik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan pemerintahan yang lebih dekat dan responsif.

Harapan masyarakat sederhana: dengan status daerah otonom, pembangunan akan lebih cepat, pelayanan publik lebih efisien, dan peluang ekonomi perbatasan bisa dikelola secara mandiri.

Secara demografis, Pulau Sebatik memiliki jumlah penduduk lebih dari 50 ribu jiwa, dengan potensi besar di sektor perikanan, pertanian tropis, perdagangan lintas batas, serta wisata maritim. Secara teoritis, semua indikator itu memenuhi prasyarat pembentukan DOB. Namun perjuangan untuk mewujudkannya tidak semudah mengajukan aspirasi politik.

Pemerintah pusat sejauh ini masih menahan kran moratorium pemekaran DOB. Walaupun moratorium masih berlaku, pintu untuk Sebatik tidak sepenuhnya tertutup, ruang masih terbuka lebar untuk menyiapkan naskah akademik, studi kelayakan dan kajian ekonomi yang mendalam untuk kemudian menjadi pertimbangan begitu kran moratorium DOB dibuka kembali. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa banyak DOB gagal mandiri dan justru menambah beban keuangan negara. Karena itu, perjuangan DOB Sebatik perlu diarahkan secara rasional, terencana, dan berbasis data bukan sekadar semangat emosional.

Ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi. Pertama, kesiapan kelembagaan dan sumber daya manusia lokal, agar pemerintahan baru tidak terjebak pada birokrasi yang lamban dan nepotisme politik. Kedua, kemandirian fiskal, melalui penguatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengelolaan sumber daya ekonomi lokal, mengingat saat ini pemerintah memberlakukan efisiensi anggaran maka sumber PAD bagi suatu pemekaran DOB harus diperkuat untuk kemandirian fiskal agar tidak bergantung pada transfer pusat secara terus-menerus. Ketiga, ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai agar pemerintahan otonom bisa langsung berjalan efektif.

Tanpa memenuhi tiga hal ini, DOB Sebatik hanya akan menjadi tambahan struktur birokrasi baru yang tidak memberi manfaat signifikan bagi masyarakat.

Pembentukan DOB Sebatik sejatinya bukan semata agenda pembangunan daerah, melainkan bagian dari strategi geopolitik nasional. Aktivitas ekonomi dan mobilitas penduduk lintas batas di Sebatik berlangsung sangat intens. Bahkan, di beberapa kawasan, penggunaan mata uang ringgit Malaysia lebih dominan karena faktor kedekatan dan kemudahan transaksi.

Situasi ini menunjukkan bahwa kehadiran negara harus lebih nyata di garis depan. Otonomi daerah di Sebatik dapat menjadi solusi memperkuat kontrol ekonomi, sosial, dan keamanan perbatasan. Dengan kewenangan otonom, Sebatik dapat mengelola potensi kelautan, perdagangan lintas batas, dan investasi daerah secara mandiri, sekaligus menjadi model pengelolaan perbatasan modern berbasis kesejahteraan rakyat.

Namun, otonomi tidak boleh hanya dimaknai sebagai pemisahan administratif, melainkan sebagai bentuk penguatan kapasitas masyarakat lokal. Kemandirian sejati lahir dari masyarakat yang berpendidikan, melek digital, produktif secara ekonomi, dan memiliki daya saing di tengah arus globalisasi.

Tahun 2025 seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak baik pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat untuk meninjau kembali arah kebijakan otonomi dan pembangunan perbatasan. Pendekatan baru perlu diambil: bukan sekadar memperbanyak DOB, tetapi memastikan setiap daerah yang dimekarkan benar-benar siap secara kelembagaan, ekonomi, dan sosial.

Dalam konteks ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Kabupaten Nunukan serta dewan presidium dapat mengambil langkah proaktif dengan menyusun naskah akademik DOB Sebatik yang kuat dan komprehensif. Dokumen tersebut perlu memuat analisis fiskal, peta potensi ekonomi, serta simulasi kelembagaan dan pelayanan publik. Langkah ini penting untuk memastikan perjuangan DOB Sebatik berdiri di atas dasar ilmiah, bukan hanya tuntutan politik atau romantisme kedaerahan.

Sebatik bukan sekadar pulau perbatasan; ia adalah cermin kedaulatan Indonesia di mata dunia. Warga Sebatik telah lama menjadi benteng pertama yang menjaga identitas nasional di tengah arus silang budaya dan ekonomi lintas negara. Karena itu, perjuangan untuk menjadikan Sebatik daerah otonom harus dimaknai sebagai upaya menghadirkan negara secara lebih nyata, bukan sekadar menambah daftar administratif di peta republik.

DOB Sebatik hanya akan bermakna jika mampu menghadirkan keadilan pembangunan dan kemandirian ekonomi bagi masyarakatnya. Bila visi itu diwujudkan dengan perencanaan matang, Sebatik bukan hanya akan menjadi kota baru, tetapi ikon kemandirian bangsa di garis depan republik, tempat di mana batas negara bukan lagi simbol keterasingan, melainkan panggung kebanggaan Indonesia.

Penulis adalah:

* Ketua umum HMI Cabang Tarakan periode 2012-2013

*Anggota KPU Kabupaten Bulungan Periode 2019-2024 dan 2024-2029

*Putra Asli Sebatik.