DPRD Fasilitasi Polemik Penyedia Jasa Kapal Penumpang Nunukan – Tawau dengan Pihak Imigrasi Nunukan

oleh
oleh

NARASI POSITIF.com, NUNUKAN – DPRD Nunukan fasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Perkumpulan Penyedia Jasa Kapal Penumpang Nunukan – Tawau dengan pihak Imigrasi kelas II TPI Nunukan, bertempat di ruang Ambalat I,Selasa (17/6/2025).

Rapat ini di gelar terkait dengan adanya surat teguran yang di keluarkan oleh pihak Imigrasi kepada 7 Pemilik kapal/alat angkut penumpang Nunukan-Tawau yang di anggap tidak memenuhi kewajiban pelunasan/pembayaran atas denda biaya pelanggaran keimigrasian sesuai pasal 18 ayat 1 dan Pasal 19 ayat 3.

Bertindak selaku pimpinan rapat ketua komisi I DPRD Nunukan, Andi Mulyono di dampingi Wakil Ketua II DPRD Nunukan Hj.Andi Mariati, membuka rapat dan memberi kesempatan kepada perwakilan dari salah satu Perkumpulan penyedia jasa kapal/alat angkut untuk menjelaskan apa menjadi permasalahannya.

Salah satu pemilik kapal/alat angkut H.Darwin menyampaikan pihaknya merasa bingung masa akibat kapalnya membawa penumpang dari malaysia yang telah melewati pemeriksaan Imigrasi Malaysia secara legal sampai ke Nunukan dan di periksa oleh Imigrasi Nunukan dan ada masalah yang di salahkan adalah pihak Kapal.

” Dimana kesalahan kami, kami ini hanya penyedia jasa kami tidak memiliki otoritas untuk memeriksa pasport siapapun di kapal kami, tidak ada jalannya untuk menolak penumpang yang sudah di periksa oleh pihak imigrasi Malaysia tugas kami hanya memuat penumpang, ” ucap H.Darwin.

Sementara itu Pihak Imigrasi yang di hadiri lansung oleh Kepala Imigrasi Nunukan Adrian Soetrisno menyampaikan beberapa aturan yang berlaku pada Undang-undang No.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dalam Pasal 1 huruf 37 di sampaikan bahwa penanggung jawab alat angkut adalah pemilik,pengurus,agen nahkoda dan seterusnya, sedangkan untuk masuk ke wilayah Indonesia, berdasarkan pasal 8 setiap orang yang masuk/keluar wilayah Indonesia wajib memiliki dokument perjalanan yang sah dan masih berlaku, dan selanjutnya di bagian ke 4 di pasal 17,18 dan 19 ada tertera kewajiban penanggung jawab alat angkut.

” Kami hanya menyampaikan surat temuan dan aturan dari Menteri Keuangan yang menyatakan bahwa PP No.28 tahun 2019 dan PP No.45 tahun 2024 dalam beban biaya yang tidak memenuhi pasal 18 Ayat 1 dan pasal 19 ayat 3 UU No.6 tahun 2011 tentang keimigrasian dikenakan tarif denda sebesar Rp. 50.000.000, jadi berdasarkan pasal-pasal tersebut BPK telah melakukan pemeriksaan terhadap tempat Imigrasi seluruh Indonesia, jadi bukan hanya di Nunukan, dan di Tonontaka ada 33 temuan di kalikan denda, ada Rp. 1.650.000.000, berdasarkan surat tersebut kami hanya menjalankan perintah untuk menagihkan kepada penanggung jawab Alat Angkut,” terangnya.

Menanggapi hal ini Ketua Komisi I yang juga pimpinan rapat Andi Mulyono,beranggapan bahwa pemilik kapal/alat angkut adalah hanya sebagai alat, harusnya pihak Imigrasi bisa menjelaskan bahwa duduk persoalan yang mana yang perlu di beri sangsi dan mana yang tidak, jangan sampai bukan yang harus di denda ini yang kena denda.

” Setiap Undang-undang yang berlaku itu tidak boleh otoriter ya minimal ada sosialisasi, inikan ironis jika kita memberi sanksi kepada pengusaha kapal/alat angkut yang tidak memahami aturanya, hukum itu bukan sewenang-wenang tapi membatasi pergerakan setiap orang,barang agar tidak melampaui,dan itulah tahapan, ” ujar Andi.

Ia juga berharap sangsi denda ini mungkin perlu di evaluasi ulang, peruntukannya untuk siapa sebenarnya dan kita tidak boleh menafsirkan Undang-undang secara testual tetapi memang betul unsur-unsur nya harus terpenuhi, kalau secara administrasi kemudian menjadi denda, apa unsur yang harus di penuhi,? bukan maksud saling melindungi, tetapi bila memang orang mempunyai hak kita beri haknya dan jika dia memilki kewajiban kita beri kewajibannya,” tambahnya.(Adv)